Stop Insecure

Insecure, insecure, insecure.

Tiga alasan di atas adalah alasanku menangis di beberapa kesempatan. Setiap lihat instagram dan melihat foto atau instastory yang menunjukkan momen ‘wah’ atau penampilan yang lebih oke mendadak rasanya ingin menonaktifkan akun. Setiap bertemu teman yang lebih mapan dan sukses, ingin rasanya mengurung diri saja di kamar.

Perasaan serba merasa kurang dan tidak lebih baik dari siapa pun menjadikan diriku menjadi pribadi yang begini begini saja. Ini bukan cerita aja mengada-ada, awal-awal 2019 adalah puncak-puncaknya di mana aku sering sekali sedih, merasa dunia membenciku, merasa keberuntungan selalu berpihak untuk orang lain, dan merasa merasa lainnya yang membuat aku menjadi pribadi yang sulit sekali untuk merasa cukup.

Ambisi terlihat menyenangkan dalam imajinasi. Tapi kerap kali juga menyiksa. Tekanan kita untuk diri kita sendiri agar menjadi yang terbaik, kadang kala tidak lantas membuat kita menjadi lebih baik. Ternyata yang membuatku semakin insecure adalah aku sedang berkompetisi dengan orang lain, bukan dengan diriku sendiri. Aku selalu memberi pressure ‘aku harus lebih baik daripada orang lain’, bukan ‘aku harus lebih baik dari diriku yang sebelumnya’.

Setelah kupelajari diriku sendiri, ternyata penyebab insecure adalah terlalu tingginya ekspektasi kita terhadap diri kita sendiri. Dengan kata lain, terkadang ekspektasi tidak sama dengan kemampuan jiwa dan raga kita dalam memenuhinya. Maka, mengenali potensi diri, batas dan menyayangi diri sendiri adalah kunci ketenangan dan kebersyukuran kita dalam menjalani hari-hari.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUKSES BUKAN KARENA KEBERUNTUNGAN

Just Perform